Selasa, 20 September 2011

Anak Ngorok Bukan Berarti Tidur Pulas atau Sleep apnea (gangguan bernapas saat tidur)

Ternyata mendengkur atau ngorok juga dialami oleh anak kecil, namun seringkali kita salah persepsi dan beranggapan jika mendengkur itu akibat kecapean sehingga penganggap itu wajar.
Makanya tidak heran, jarang sekali orang tua yang membawa anaknya ke dokter karena persoalan ngorok itu, beda dengan ketika anak tiba-tiba terserang batuk,pilek ataupun panas.

Padahal mendengkur adalah salah satu bentuk dari gangguan tidur dan juga merupakan gejala yang biasa ditemukan pada Obstructive sleep apnea syndrome (OSAS), suatu sindrom obstruksi komplit atau parsial jalan nafas yang menyebabkan gangguan fisiologis yang bermakna yang ditandai dengan adanya episode henti nafas (apnea) pada saat tidur
OSAS yang seringkali luput dari perhatian orang tua ini ternyata juga bisa menjadi penyebab menurunnya prestasi di sekolah . Hal tersebut dikaitkan dengan kondisi kekurangan oksigen (hipoksia) intermitten yang pengaruh jangka panjangnya berdampak pada fungsi syaraf dan intelektualitas.

Beberapa kondisi yang seringkali menjadi penyebab orang tua membawa anaknya pergi ke dokter ternyata merupakan faktor risiko terjadinya OSAS. Kondisi tersebut adalah Hipertrofi Adenoid dan tonsil (orang awam mengenalnya dengan pembesaran amandel), obesitas serta berbagai keluhan yang berkaitan dengan faktor alergi, misalnya asma, rinitis alergi yang sering menyebabkan keluhan pilek dan bersin berulang.

Walaupun mendengkur dapat juga terjadi sesekali pada anak normal dan tidak berkaitan dengan OSAS, ada baiknya para orang tua mulai memberikan perhatian pada masalah ini dan jangan menganggap mendengkur cuma merupakan faktor kebiasaan turunan yang baru dianggap bermasalah kalau hal itu menyebabkan gangguan pada orang lain.

OSAS juga bisa menyebabkan berbagai macam komplikasi antara lain Enuresis (mengompol), infeksi saluran nafas berulang akibat anak dengan OSAS sering bernafas melalui mulut serta juga bisa mengakibatkan gagal tumbuh yang kesemuanya itu bisa mempengaruhi performans anak nantinya

Dengan mengenali berbagai faktor risiko terjadinya OSAS serta paham mengenai gejala dan komplikasi yang mungkin ditimbulkannya, diharapkan agar kita para orangtua dapat ikut berperan dalam mencegah terjadinya OSAS yang akan mempengaruhi kualitas hidup anak kelak.
Karena salah satu faktor risiko terjadinya OSAS adalah obesitas, maka sudah seharusnya kita pun mulai memperhatikan pola makan dan gaya hidup anak serta meninggalkan paradigma yang menyatakan bahwa anak gemuk adalah anak yang sehat.
Berdasarkan penyebabnya ada tiga tipe apnea/hipopnea:
  • Tipe obstruktif. Tipe ini merupakan tipe yang paling sering terjadi baik pada dewasa maupun anak. Apnea/hipopnea disebabkan oleh oklusi parsial atau oklusi total pada saluran napas atas selama paling tidak 10 sampai 30 detik per episode kejadian, 1-2 episode per menit. Dalam semalam penderita dapat mengalami apnea hingga ratusan kali. Pada pasien dengan sleep apnea berat, selain gangguan napas juga dapat terjadi perubahan frekuensi denyut jantung, penurunan saturasi oksigen hingga perubahan pada bacaan elektroensefalogram (EEG).
  • Tipe sentral. Pada tipe ini apnea/hipopnea disebabkan oleh penurunan ventilasi atau tak ada ventilasi selama 10 detik/lebih. Keadaan ini abnormal jika terjadi lebih dari 5 kali perjam. Penyebab utamanya adalah kelainan di susunan saraf pusat, yang gagal mengirim impuls ke sistem kardio-respirasi yaitu pada otot diafragma dan otot-otot pernapasan di dada.
  • Tipe campuran. Tipe ini merupakan campuran yang diawali dari sleep apnea tipe sentral lalu dilanjutkan dengan tipe obstruktif.
Dari ketiga tipe yang terjadi, sleep apnea tipe obstruktif merupakan yang tersering, diikuti oleh tipe sentral dan tipe campuran. Ada banyak gejala-gejala dari sleep apnea, seperti gangguan tidur, mental, physical, namun untuk memudahkan dalam mengenali tanda-tanda sleep apnea, maka dikenal istilah 3S yaitu snoring (mendengkur), sleepiness (kantuk), dan significant-other report of sleep apnea episodes.

Secara garis besar terdapat beberapa cara dalam menatalaksana obstructive sleep apnea:

Terapi farmakologi
Antihistamin atau antimuskarinik dapat diberikan untuk mengurangi kongesti nasal. Pemberian leukotrien oral dapat mengurangi obstructive sleep apnea pasca bedah. Selain itu, kortikosteroid (budesonide) topikal dapat memperbaiki sleep apnea derajat sedang.

Pemasangan CPAP
Mesin CPAP (Continous Positive Airway Pressure) merupakan alat yang sering digunakan untuk menangani sleep apnea, baik di rumah maupun di pusat perawatan. Alat ini terdiri dari seperangkat mesin dan face-mask/nose-mask yang akan meniupkan udara bertekanan tertentu (disebut tekanan titrasi) yang akan mencegah penyempitan jalan napas. Tekanan yang diberikan ditentukan dari hasil pengamatan oleh ahli dengan menggunakan polysomnografi. Penggunaan CPAP ini cukup efektif untuk menatalaksana obstructive sleep apnea. Saat ini ada modifikasi dari alat CPAP, yaitu APAP (Automatic Positive Air Pressure).

Operasi (tonsilektomi/adenoidektomi)
Tonsilektomi/adenoidektomi merupakan tindakan pengangkatan tonsil/adenoid yang mengalami hipertrofi sehingga akan membuka patensi jalan napas.

Diet
Diet pola makan dianjurkan terutama pada pasien dengan obesitas, karena obesitas merupakan salah satu faktor risiko terjadinya obstructive sleep apnea.

Sumber: http://www.informasikita.com/waspadai-anak-ngorok/194-waspadai-anak-ngorok

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Related Post